Ada Saja Yang Datang Membantu

Ceria Anak Yatim Disantuni
Bapak itu orang yang baik, nerimo bagian yang terberi. Kalau disakiti, selalu bilang “ben jarke wae/ sudah, biarkan saja.” Karakter yang terkenanang di masyarakat, yang saya tahu memang demikian. Dulu, Bapak jarang mau menerima jatah beras miskin. Menurutnya, kalau kita punya beras, maka, orang lain yang sebetulnya lebih membutuhkan. Kalau kebetulan tidak ada beras, atas ijin Bapak, Ibu mengambil jatah beras itu.

Kebaikan-kebaikan terkenang itulah yang sepeninggal Bapak bisa dirasakan akibatnya oleh anak-anaknya, hingga kini. Utamanya lima Yatim adik saya. Bayangkan, berapa banyak kebutuhan yang harus ditangung Ibu atas 12 putra-putrinya. Tanpa bantuan orang lain, barangkali kami sekeluarga harus bekerja semua, meninggalkan masa-masa manis pendidikan sekolah dan perguruan tinggi.

Adik saya yang di perguruan tinggi ada tiga, Rohman, Rotun dan Umdah (IAIN Walisongo Semarang)  serta Ismah (UIN Suka Jogjakarta). Yang di pondok pesantren sambil sekolah ada dua orang, Minha (Ponpes Abah Zaki, Kajen, Pati) dan Rohim (Ponpes al-Anwar KH. Maimun Zubair, Sarang, Rembang). Ibu yang masih sibuk bekerja mengurus lima anak yatim di rumah, membesarkannya dengan penuh, jelas sulit memenuhi kebutuhan harian, apalagi kebutuhan pendidikan, tanpa bantuan orang lain. Itu berkat kebaikan Bapak selama hidup. Ternyata begitu.

Ibu selalu bercerita, di kala susah, tak punya tabungan uang saku buat adik-adik, tak punya beras cukup, ada saja yang tiba-tiba datang membantu. Siapa yang mengutus? Gusti Allah tentu. Yang datang membantu rata-rata adalah mereka yang dulu sering dibantu Bapak, entah pengusaha, pejabat, kerabat, atau bahkan pengemis sekalipun.

Tak tiap hari ada yang membantu. Hanya satu dua kali dalam seminggu. Yang pasti, menurut Ibu, waktu datangnya selalu pas. Kala jatah uang saku atau uang jajan buat kelima adik saya habis, ada saja yang menambah. Ada yang nitip buat adik yatim saya 20 ribu, 50 ribu hingga jutaan. Kebutuhan uang saku jelas besar. Bayangkan, tiap hari Ibu harus sedia minimal Rp. 15 ribu untuk sangu tiga adik yatim saya yang masih sekolah di tingkat dasar (Madrasah Ibtida’iyah), masing-masing Rp. 3.000,-.  Katakanlah, kebutuhan uang saku buat adik-adikku, ada sekitar Rp. 390.000 (Rp. 15.000 x 26 hari [sebulan dipotong libur 4 hari]).

Alhamdulillah, untuk kebutuhan uang saku, selama ini cukup. Saya yakin, Bapak masih ikut membantu keluarga. Kalau ada problem penting, selalu saja beliau hadir dalam mimpi, atau paling tidak, suara, yang tiba-tiba saja didengar ibu dengan baik.

0 komentar:

Posting Komentar